SANG AKUAN

“Al-kisah Sang Akuan, manusia harimau, berawal dari ilmu silat Harimau atau silat Ulu, Pemegangnya akan  menjadi dukun sakti mandraguna. Tentunya semuanya akan  kembali kepada Allah SWT”

 Cerpen: Benny Hakim Benardie / Part 1

Alunan suara gamelan terasa benar  mendayu-dayu  terdengar malam itu. Merinding  bulu kuduk, dan berdebar rasanya jantung saat sesekali Gong dipukul dengan rasa. Dengungnya  menimbulkan rasa was-was tanpa tentu.

Hujan dari petang tadi turun rintik-rintik seakan enggan berhenti  lagi. Malam ini, Jumat  1821, sekira pukul 12.02 WIB tengah malam,  Dusun Pasar Seluma terasa hening. Masyarakat sudah lelap dalam tidur dan mimpinya terbang  jauh mengapai indahnya negeri antahberantah seperti dalam ceritera  nenek moyang dahulu,  mengkisahkan cerita seperti  tertoreh dalam  Kitab Ramayana.

Ja’far  mungkin salah satu penghuni dusun yang tidak tidur malam itu. Berbagai pesanan tombak dan  parang harus rampung, karena petang besok akan  diambil pemiliknya untuk segera dikirim ke Kerajaan Malayu.

Suara itu bukan hal yang aneh ditelinga Sang Pandai Besi ini. Hanya saja kebiasaan mengajarkan untuk tidak mengubris terlalu jauh  soal suara itu. Pantangan  takut tulah, mungkin salah satu alasanya untuk diam.  Sembari  beristrahat di bale-bale bambu, suara ketukan gamelan yang dihantar angin dari arah utara, iramanya kian cepat dan cepat, hingga  gong seakan genderang perang menutup  akhir alunan suara itu.

Suasana malam kian senyap. Tak terdengar suara jangkrik, selain kunang-kunang terbang rendah menerangi malam. Dingain mulai menyelimuti punggung Ja’far. Ia bergegas membereskan peralatan  dan  hasil kerjanya. Embun mulai  mengering, bertanda tak lama lagi waktu Subuh akan segera tiba.

Serasa baru sekeleyep mata terkatu, kumandang adzan memanggil dan membangunkan warga dusun. Dalam  dinginnya, tak mengurungkan niat warga dusun untuk shalat berjamah, di Surau tua dipinggiran dusun.

Dalam barisan shaf kedua, tampak lima  orang yang tak dikenal oleh warga, Ja’farpun sempat mengamati kelima jemaah yang  pakaiannya sedikit tampak kumal, seperti bekas terpaan debu.

Tak menunggu lama, usai shalat, kelima orang bertubuh baklayaknya seorang pendekar, bergegas pergi dan menghilang di  remang-remang fajar.

“Assalamualaikum  sanak?  Bergegas tampaknya?” tegur Ja’far.

Salampun dijawab dan anggukan kepala . Tapi   kelima orang itu enggan bercakap lebih banyak, senyumpun tidak. Ja’far hanya  diam sembari bertanya dalam hati tentang  kelima sosok tadi.

Silat Harimau

Rupanya, gerak-gerik Ja’far  dilihat  Wan Usup, Imam Surau yang kini usianya menginjak usia 82 Tahun.  “Itu tadi pendekar yang menguasai ilmu harimau. Jangan terlalu difikirkan  itu Ja’far! Mereka itu bisa membaca pikiran lawan maupun kawan.

Mendengar itu, berkumpullah warga dusun mendengarkan cerita tetua dusun mereka.  Apalagi tiap hari Jumat, warga dusun tidak ada yang keladang ataupun berniaga. Mendengarkan ceritera Wan Usup di fajar Jumat ini tiada beban.

Diselingi air serobat atau air jahe,  cerita di  tengah  serempengan Surau  berlangsur santai.

“ Sejak zaman nenek moyang kita dahulu,  kisah orang yang menguasai  tarian ulu, atau silat harimau itu memang sudah ada.  Dari sekian  banyak murid, hanya beberapa orang saja yang dapat mengusai silat itu”, kata Wan Usup.

Kalau ada yang terpilih, maka akan langsung dapat  wangsit dari Tuan Guru besar  pemilik ilmu harimau  yang berada di Gunung Dempo

“Siapa  sebenarnya sosok Tuan guru itu Wan”, tanya Ja’far.

Wan tampak sedikit gugup dengan pertanyaan itu, Nyatanya  sosok itu memang ada, dengan kekuatan dan kemampuannya.  Wan Usup mengaku saat  masih muda dahulu, dirinya sudah sempat membuktikannya.

“Termasuk pernah ke Gunung Dempo yang tinggi itu Wan?” tanya  salah seorang jamaah yang serius juga menyimak.

“Ia….,,,.dirumah Wan  masih menyimpan buktinya,  sepotong kayu panjang umur.  Kayu ,itu tertanam rapih dan tertata  jaraknya.  Tiap pohon kayu panjang umur hanya berkelang dua meter. Liwat dari itu pohon akan mati dengan sendirinya. Kayu inilah selain ada beberapa kayu  ranting yang dibawa para pendekar yang berhasil menguasai silat harimau, sekembalinya dari Gunung Dempo. ”, jelas Wan Usup dengan mata berbinar-binar entah mengapa.

Terperangah jamaah yang mendengar.  Ja;far yang tampak  bersemangat sekali mendengarkan ceritera  ini. Tapi kini Akuan ilmu harimau itu sudah Wan buang sejak  masih umur  68 Tahun.  “Alhamdulillah…….Mmahluk  harimau  yang  memang misterius itu kini tidak mengikuti Wan lagi”.

“Oo….Jadi Wan dulu sempat memelihara harima jadi jadian itu ya Wan?

“Lah kamu Ja’far……Tadikan sudah Wan kasih tahu!  Yah begitulah kisah masih muda dulu”, kata Wan Usup yang gaek, namun masih kuat saja fisiknya.

Sulit sekali  bila ada orang yang  ingin menghidupkan api diatas Gunung  Dempo itu. Wan dulu hanya bisa menghidukan api dengan  satu pohon namanya kayu api.  Gesek saja kayunya, tak berapa lama akan keluar api dengan sendirinya.

“Gila Wan nih………”, kata salah seorang jamaah nyeletuk.

Wan Usup yang mendengar  naik pitam. “Kamu gila……..banyak hal yang kamu anggap tidak ada dan tidak mungkin, menjadi ada dan mungkin di dunia ini. Aku ini sudah tua dalam hidup”, bentak Wan sembari berdiri dari tempat duduknya. Untuk saja jamaah lainnya menenangkan Wan Usup..

Terkuak dalam kitab

Hari mulai beransur  terang.mentari  mulai memancar, mengiring dhuha mananti . Cerita Wan Usup terhenti,  jamaah beranjak kembali kerumah masing-masing.

Belum sampai  Ja’far mengapai  pintu rumah, pekikkan minta tolong dipinggiran hutan dusun, membuat  beberapa warga panik berlarian menyambangi asal suara.

Rupanya ada salah satu warga berteriak, setelah melihat dua ekor sapinya mati dengan luka di leher.  Tak lama berselang, ada lagi yang berteriak, juga ternak mereka mati, dengan tempat luka yang sama.

Berjalan  sembari memegang kayu sebagai tongkat, Wan Usup tiba.   Ia memerintahkan warga untuk  segera mengabarkan hewan ternaknya yang mati. Tak banyak kata yang keluar, wargapun segera  mengikuti apa yang disarankan Wan Usup.

“Kenapa  ya Wan?” tanya  salah seorang warga.

“Tampa menoleh kiri kanan, Wan terus berjalan,  “Ada nenek gunung nakal”, jelas Wan usup mengatakan kalau itu semua ulah harimau jadi-jadian yang nakal, dan mereka diusir dari kelompoknya.

Tak bergeming warga yang mendengar  komentar Wan sp. Ja;far tampak menggiringi Wan Usup, menuju  rumahnya.

“Itu Akuan siapa Wan?”

“Itu bekas akuan yang kini tak bertuan lagi”, kata Wan membat kening Ja’far berkerut.

“Maaf  Wan……..Kayu Api yang Wan bilang dipuncak  Gunung  Dempo  seperti apa pula itu Wan?”

Tersenyum Wan Usup. Tampak raut  muka mantan pendekar dan pemegang Akuan harimau itu masih terpancar.  Kayu Api itu  berwarna hijau kata Wan sambil jalan. Ia seperti tanaman masih basah, tapi mengeluarkan api  bila  digesek.

Wan Usup bilang, Kayu Api  di sebt dalam  Al-Quran, Surat Yaa siin ayat 80. “Nil Ladzii Ja’ala Lakum Minasy Syajaril Akhdari Naaran Faidzaa Antum Minhu Tuuqiduun.  Artinya , Allah SWT yang menjadikan api untukmu dari kayu yang hijau. Lalu dari kayu itu kamu dapat menyalakan api,” jelas  Wan.

Itulah kekuasaan Allah untuk orang berakal.  Dipuncak Gunung Dempo Allah memperlihatkan kebenaran ayatnya.  Kayu Api meskipun basah, tapi bisa  mengeluarkan api dan dapat untuk memasak.

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.