Eksistensi Tokoh Islam Indonesia Tahun Politik 2024

Terdapat beberapa pandangan yang berkembang di kalangan umat Islam terkait dengan Islam dan politik atau hubungan agama dan negara. Sampai saat inipun pergumulan pemikiran tersebut tetap menjadi perbincangan yang menarik, bahkan mewarnai terhadap percaturan dan pergumulan politik yang terjadi, termasuk Indonesia.

Dalam hal ini sangat relevan bila dirujuk melalui tulisan dari Munawir Sadjzali dan Sukron Kamil tentang Tipologi Pemikiran Politik Islam dan memandang Masa Depan Politik Islam, diantaranya Pemikiran Politik Tradisionalis, Sekuler dan Moderat.

Indonesia memiliki sejarah dan tradisi panjang pergerakan sosial, terutama dalam perjuangan kemerdekaan. Bahkan organisasi keagamaan ikut memiliki andil dan peran yang sangat besar, seperti Muhammadiyah (1912) dan Nahdatul Ulama (1926) yang keduanya merupakan pengawal faham Islam moderat dan setia pada Pancasila. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari belasan ribu pulau dan memiliki keragaman bahasa, budaya dan agama, ikut serta melahirkan dinamika sosial budaya yang pengaruhnya sangat dirasakan masuk ke ranah politik.

Sejak merdeka tahun 1945 sampai sekarang kita masih bingung mencari model, trial and error. Masyarakat Indonesia yang sedemikian majemuk memerlukan waktu yang tidak pendek untuk membangun kohesi berbangsa dan bernegera. Kelahiran “Negara Indonesia” tidak serta-merta melahirkan “Bangsa Indonesia” yang solid, karena “keIndonesiaan” kita masih dalam proses menjadi. Kita belum memiliki tradisi yang kuat dan rasional dalam kehidupan bernegara dan berpemerintahan.

Dengan Optimis bahwa Islam akan mampu memberikan corak pertumbuhan dan perkembangan masyarakat yang berwawasan moral. Asalkan Agama Islam dipahami secara realistis, tak diragukan lagi akan berpeluang dan berpotensi besar untuk ditawarkan sebagai butir-butir peradaban alternatif di masa depan.

Kekuasaan politik haruslah dijadikan kendaraan penting untuk mencapai tujuan Islam seperti: penegakkan keadilan, kemerdekaan, humanisme egaliter, yang berlandaskan nilai nilai tauhid.

Eksistensi Politik Islam sendiri dalam Pergumulan Politik di Indonesia tergantung kepada kita sebagai Umat Islam bagaimana bisa berperan dalam setiap arus pergerakan dan perkembangan bangsa. Dalam menjalankan perannya, kita bisa menjalankannya sesuai bidang yang kita miliki.

Terutama pastinya haruslah kita menciptakan dan mendorong figur-figur yang berpengaruh dan jelas kepeduliannya terhadap umat Islam sebagai Pemimpin, baik di tingkat Nasional sampai ke daerah. Tentunya dalam hal ini Peran NU, Muhammadiyah dan Organisasi Keislaman lainnya sangat penting.

Tidak menutup kemungkinan eksistensi politik Islam di Indonesia akan menjadi contoh atau rujukan bagi Umat Islam di Negara lain, mengingat Indonesia merupakan Negara dengan jumlah Umat Islam terbesar di dunia.

Namun bukan hanya harus menciptakan figur pemimpin, hal yang tak kalah penting juga ialah kita sebagai Umat Islam harus mampu mengikuti perkembangan sosial politik baik dalam skala Nasional sampai ke daerah.

Kepedulian terhadap hal-hal yang berkembang membuat kita semakin peka bagaimana respon kita dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang ada lalu mencari solusi dari masalah tersebut (problem solve).

Terakhir dan tak kalah pentingnya, Umat Islam juga harus mampu beradaptasi di era digitalisasi, hal ini menjadi penting karena memang dalam kehidupan manusia di abad ke 21 ini teknologi sudah menjadi kebutuhan primer dan semua berkembang dengan sangat cepat. Kalau kita tidak segera membangun kesadaran akan pentingnya berperan dalam dunia digital, maka kita akan tertinggal.

Tahun 2024 merupakan tahun politik, dimana Indonesia akan melaksanakan Pemilu di bulan Februari yakni (Pemilihan Calon Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi hingga DPRD Kabupaten). Dilanjutkan dengan Pilkada Serentak (Pemilihan Calon Gubernur dan Bupati) di bulan November pada tahun yang sama. Tentu ini akan menjadi perbincangan yang sangat menarik, mulai dari kaum elit politik hingga ke golongan masyarakat yang sedang duduk bercerita di warung kopi.

Pastinya obrolan tentang kepemiluan ini tak akan bisa terelakkan, Dari masyarakat urban perkotaan sampai ke sudut pedesaan, kalangan aktivis, mahasiswa, anak muda, pengusaha dll.
Dimulai dari Pemilihan Presiden. Bahwasanya untuk menjadi Calon Presiden, merupakan tugas yang berat bagi setiap kandidat yang akan maju. Karena melihat dari Kepemimpinan Bapak Joko Widodo selama dua periode ini, beliau telah mendapati kurang lebih 82% Kepuasan Publik (Hasil Survei LSI April 2023) melalui kinerja dan komunikasi politik yang sudah dibangunnya.

Hal ini akan menjadi Tantangan besar bagi setiap Calon yang akan maju untuk menggantikannya, karena masyarakat akan lebih selektif dan mempunyai porsi minimal Ideal tertentu untuk memilih seorang pemimpin. Dalam bahasa sederhananya, pemilih sekarang sudah memiliki selera yang tinggi terhadap sosok pemimpin yang akan dipilih nantinya.

Saat ini sudah muncul beberapa nama yang mencuat diranah permukaan publik, Yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Rasyid Baswedan. Nama-nama tersebut menjadi yang teratas secara elektabilitas menurut berbagai macam lembaga survei Nasional. Dari sosok-sosok diatas mempunyai keunggulan masing-masing juga mempunyai basis suara di berbagai daerah.

Namun yang menarik adalah dalam hal pemilihan calon Wakil Presiden, akan sangat berpengaruh bagi masyarakat untuk menentukan pilihannya. Karena menentukan Cawapres bukan hanya menjadi faktor pelengkap ataupun sekedar cocok mencocokkan, namun akan sangat mempengaruhi pemilih dan memberi warna ketika muncul sosok baru yang menjadi pendamping masing-masing Capres. Belajar dari pemilu sebelumnya, tokoh-tokoh religius ataupun ulama sangat cocok apabila dipasangkan dengan Calon Presiden yang sudah menyandang predikat Nasionalis.

Saat ini nama-nama cawapres yang muncul dan paling dilirik ialah dari kalangan yang sangat dekat dengan Islam. Tokoh-tokoh atau nama-nama dari Nahdlatul Ulama dianggap mempunyai pengaruh untuk meraup suara muslim.
Didalam survei cawapres NU versi Lembaga Arus Survei Indonesia (ASI) per tanggal 15-22 Mei 2023 di Jatim, Abdul Muhaimin Iskandar 26,8%, Khofifah Indar Parawansa 26,2%, Mahfud MD 19% dan Ali Masykur Musa 13%. Sementara 15% mengaku tidak tahu/tidak jawab,” kata Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia (ASI) Ali Rif’an di Sofyan Hotel, Jalan Cut Mutia, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (6/6/2023). Diluar itu, ada juga nama Nasaruddin Umar dan Said Aqil Siradj yang belakangan ini menjadi perbincangan.

Hal ini menjadi bukti bahwa umat Islam yang menjadi suara mayoritas pemilih akan sangat menentukan. Di Negara Indonesia yang demokratis ini tentunya sikap optimis senantiasa mesti melekat didalam diri, maka Eksistensi Politik Islam dalam Pergumulan Politik di Indonesia akan tetap terjaga dan semakin maju serta mampu berkembang mengikuti setiap perubahan. Apalagi didalam Dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila terdapat nilai-nilai keIslaman didalamnya.

Penulis: Febri Ikhsanul Siregar
merupakan Mahasiswa Prodi Magister Pemikiran Politik Islam UIN Sumatera Utara.

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.