Dampak Ekonomi Dalam Masa Pandemi Covid-19

Yonatan Hovali Adam
Claudia Margaretha Ponto
Andriyani Fransisca Piatu
Mahasiswa Universitas Katolik De La Salle Manado, Fakultas Ekonomi, Prodi Akuntansi.

Corona virus Disease 2019 atau sering disebut dengan COVID-19 adalah penyakit virus jenis baru yang diberi nama SARS-CoV-2. Virus COVID-19 ini pertama kali dideteksi di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok pada bulan Desember 2019, dan ditetapkan sebagai pandemi global oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) pada 11 maret 2020. Virus ini menyerang sistem pernapasan dan dapat menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian (Alodokter).
Dilansir dari berbagai media, ada 213 negara yang terdampak pandemi COVID-19 ini dengan total kasus yang terkonfirmasi sebanyak 4.979.924 (4,9 juta) kasus hingga Rabu (20/5/2020). Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.957.600 (1,9 juta) pasien telah sembuh, dan 324.417 orang meniggal dunia. Tidak terkecuali, Indonesia juga menjadi salah satu dari 213 negara yang terdampak dari pandemi COVID-19 ini dengan total kasus terkonfirmasi positif sebanyak 19.189 kasus, 4.575 sembuh, 13.372 dirawat dan 1.242 meninggal dunia per tanggal (20/5/2020). Pandemi COVID-19 ini masuk pertama kali di Indonesia pada tanggal 2 maret 2020 dan berlangsung hingga sekarang ini.
COVID-19 ini bukan hanya berdampak pada kesehatan saja tetapi dampaknya sangat meluas termasuk pada segi ekonomi Indonesia. Dampak pada segi ekonomi ini sangat signifikan bagi perekonomian Indonesia. Pelemahan perekonomian diproyeksikan akan terjadi 4-6 bulan ke depan. Bahkan bisa jadi lebih lama, karena kita belum bisa memprediksikan kapan wabah ini bisa teratasi dengan tuntas. Dilansir dari berbagai media, ada 8 dampak utama dari virus corona ini atau COVID-19 terhadap perekonomian Indonesia. Diantaranya adalah : 1, Pada sektor tenaga kerja sampai kinerja industri. Dimana ada 1.722.958 (1,7 juta orang) telah di PHK oleh perusahaan akibat dari dampak COVID-19 ini per tanggal 4 mei 2020. Dampak ke 2, PMI Manufacturing Indonesia mengalami kontraksi atau turun hingga 27,5 pada april 2020. Padahal dari angka terakhir yaitu agustus 2019, PMI Manufacturing masih berada di angka 49. Adapun PMI Manufacturing ini menunjukkan kinerja industri pengolahan, baik dari sisi produksi, permintaan baru, hingga ketenagakerjaan. Ke 3, Impor pada triwulan I 2020 turun 3,7 persen year-to-date (ytd). Ke 4, Inflasi April 2020 2,67 persen year-on year (yoy). Inflasi ini disumbangkan oleh harga emas perhiasan dan beberapa komoditas pangan. Ke 5, 12.703 penerbangan di 15 bandara dibatalkan sepanjang januari-maret 2020. Ke 6, Kunjungan turis turun hingga 6.800 per hari, khususnya turis dari Cina. Ke 7, Angka kehilangan pendapatan di sektor layanan udara mencapai Rp 207 miliar. Sekitar Rp 4,8 Miliar diantaranya disumbang dari penerbangan dari dan ke Cina. Lalu yang terakhir, Penurunan okupansi pada 6 ribu hotel turun hingga 50 persen.
Kemudian juga yang tidak luput dari dampak COVID-19 adalah UMKM, Ada 47 persen UMKM bangkrut bahkan gulung tikar dan juga merumahkan para pekerjanya. Kondisi ini terjadi karena wabah dari COVID-19 ini. Oleh karena dampak dari COVID-19 yang sangat krusial, pemerintah membuat suatu kebijakan untuk memutus mata rantai penularan COVID-19 ini yang di atur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2020 dan keputusan Presiden (KEPPRES) Nomor 11 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kemudian juga ada Permenkes 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19 adalah kelanjutan dari Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020. Pada intinya PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Dimana untuk pemberlakuan PSBB ini sendiri harus memiliki 2 kriteria yaitu jumlah kasus atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah serta terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.
Didalam kebijakan PSBB ini, pemerintah menekankan untuk menghindari kerumunan atau menjaga jarak satu sama lain yang disebut dengan Social Distancing dan meminimalisir kontak fisik dengan orang-orang sekitar atau disebut dengan Physical Distancing, serta himbauan dan anjuran pemerintah untuk rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir juga memakai masker saat melakukan kegiatan yang esensial. Kemudian saat ini dengan masih berlangsungnya pandemi COVID-19, pemerintah membuat keputusan untuk meniadakan proses belajar dan mengajar yang dilakukan secara bersama-sama dan bertatap muka langsung digantikan dengan pembelajaran daring, serta untuk seluruh umat beragama di Indonesia ibadah dilakukan dirumah bersama keluarga.
Kebijakan pemerintah mengenai PSBB untuk mencegah dan memutus mata rantai penyebaran COVID-19 ini juga membuat sebagian besar kegiatan serta proyeksi ekonomi menjadi tidak stabil dan sangat lamban karena adanya Social Distancing dan Physical Distancing. Oleh sebab itu berdasarkan uraian dan fakta ini, timbul masalah baru bagi pemerintah dalam upaya pencegahan dan pemutusan mata rantai COVID-19 di Indonesia. Dari masalah ekonomi itu kemudian pemerintah mencari solusi dengan memberikan beberapa kebijakan lain yaitu : 1, Dukungan anggaran terhadap bidang kesehatan, ke 2, Insentif bulanan tenaga kerja medis, ke 3, Perlindungan sosial ke 4, Menaikkan anggaran kartu prakerja, ke 5, Pemulihan ekonomi, ke 6, Antisipasi defisit APBN, ke 7, Nasabah Kur dapat keringanan angsuran, ke 8, Bidang non-fiskal, ke 9, Refokusing dan Relokasi Belanja dan yang ke 10, Menyiapkan perpu.
Dari solusi serta kebijkan pemerintah untuk mengatasi dampak ekonomi dari pandemi COVID-19 ini, yang menjadi perhatian adalah kebijakan pemerintah mengenai Perlindungan Sosial bagi masyarakat yang terdampak COVID-19 yaitu Jaring Pengaman Sosial. Pemerintah menyiapkan dana sekitar Rp 110 triliun yang dialokasikan untuk jaring pengaman sosial bagi masyarakat lapisan bawah agar tetap mampu memenuhi kebutuhan pokok di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Bantuan sosial yang disiapkan pemerintah yaitu melalui Program Keluarga Harapan (PKH). Pemerintah telah memperluas jumlah keluarga penerima manfaat PKH. dari 9,2 juta penerima menjadi 10 juta penerima dan juga memperbesar nilai manfaat, dinaikkan kurang lebih 25 persen, dan juga penyaluran dipercepat dari 3 bulan sekali menjadi sebulan sekali serta ada juga bansos langsung. Selain itu pemerintah juga menaikkan jumlah penerima Kartu Sembako dari 15,2 juta menjadi 20 juta. Pemerintah juga menaikkan nilai manfaatnya Kartu Sembako dari Rp150.000 menjadi Rp200.000 yang akan diberikan selama 9 bulan. Yang menjadi permasalahan di sini adalah adanya bantuan dari kebijakan Perlindungan Sosial bagi yang terdampak COVID-19 seperti Program Kartu Harapan (PKH), Kartu sembako dan Bansos langsung atau disebut dengan Bansos khusus yang masih belum tepat sasaran peruntukannya.
Maka munculah perspektif publik terkait program yang berkaitan dengan pemberian bantuan sosial (bansos) untuk menanggulangi dampak negatif pandemi Covid-19, berubah dari positif menjadi negatif. Dimana adanya implementasi penyaluran Bansos yang tidak terarah dan tumpang tindih sehingga menyebabkan pandangan masyarakat yang mulanya berkomentar positif tentang Bansos berubah menjadi komentar negatif. Penyaluran bansos yang tumpang tindih disebabkan karena data yang tidak valid sehingga masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah bahkan ada yang keluarga mampu tapi mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Untuk itu solusi yang kami berikan adalah pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan data yang akurat terkait masyarakat miskin dan rentan dengan melakukan pemutakhiran data dan itegrasi data secara berkala dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sehingga proses penyaluran bansos yang terkait merata dan tepat sasaran dengan menggunakan data yang telah ter-update. Kemudian dalam melakukan pemuktahiran data kesejahteraan sosial, pemerintah harus melibatkan unit seperti RT/RW dan kepala desa agar semua data-data penerima bansos terkait bisa tersinkron dan bisa meminimalisir adanya bansos yang tidak tepat sasaran serta keluarga rentan dan miskin bisa mendapatkan bansos.

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.