Modus Kecurangan Oknum Koruptor Membobol Keuangan Negara

JAKARTA – Banyak temuan Kerugian negara tehitung dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2016 berdasarkan hasil pemeriksaan hasil audit yang dilakukan oleh Badan pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI). Terkhusus, di beberapa Kabupaten di wilayah Bengkulu.

Sudah saatnya pelaku pencuri uang rakyat tersebut ditangkap serta di seret dan dipenjarakan, untuk memberikan efek jera bagi para oknum-oknum pelaku koruptor yang berani coba-coba mencuri uang rakyat serta merampok uang Negara, dengan cara-cara yang tidak benar seperti, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Hal ini diucapkan Langsung Ketua Umum (Ketum) organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Front Pembela Rakyat (FPR), Rustam Efendi, Kepada Pihak media saat dikonfirmasi oleh awak media ini beberapa jam yang lalu. Terkait persiapan aksi damai 116 Ormas FPR Bengkulu Pada tanggal 16 Januari 2018 di depan Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Ketum FPR, Adapun yang akan disampaikan kepada pihak Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI), saat aksi nanti adalah berbagai macam modus ataupun kecurangan serta penyimpangan yang dilakukan para oknum pelaku koruptor untuk membobol keuangan negara. Terutama pada saat digelarnya Kegiatan Pengadaan Barang dan milik jasa Pemerintah di Bengkulu.

“Bahkan bukan menjadi rahasia umum, sistem monopoli terkadang dilakukan oleh para oknum-oknum tertentu untuk kepentingan sepihak yang bertentangan dengan aspek hukum”, kata Ketum FPR, Rustam Efendi.

Belum lagi, tambah Rustam, budaya dugaan praktek suap dan Jual beli jabatan saat mutasi dan lelang jabatan yang akhir-akhir ini kian mencuat kepurmakaan Publik. Sehingga, semakin hari isu-isu tersebut semakin ramai dibahas serta menjadi trending topik yang saat ini ramai dibicarakan.

Bahkan, terkadang demi mendapatkan jabatan yang lebih tinggi, ditenggarai ada oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) atau yang lazim disebut Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tak jarang untuk memperolehnya.

Kedudukan atau posisi yang empuk, kerap dijadikan si oknum tersebut melakukan praktik-praktik menyimpang yang saat ini belum bisa dijerat dengan instrumen hukum.

“Belum lagi jika kita bahas faktor terjadi kecurangan dalam pengelolaan Dana Desa. Dari 110 kasus Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD), sepanjang tahun 2016 hingga 2017 pelakunya adalah oknum Kepala Desa, dengan modus antara lain membuat rancangan di atas harga pasar dan mempertanggung jawabkan pembiayaan bangunan fisik dengan dana desa. Padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain. Modus lainnya yakni, meminjam Dana Desa untuk kepentingan pribadi. Namun, tidak dikembalikan. Lalu pemungutan atau pemotongan dana desa oleh oknum pejabat,” papar Rustam.(*8888)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.