By: Cik Ben
Dalam pergolakan politik kolonial, para misionarisnya selalu memplintir yang benar menjadi serupa salah dan yang salah menjadi serupa benar. Setiap obyek selalu digiring-giring sesuai kemauan sendiri. “Emangnya masyarakat itu bebek!”
Kalau masyarakat mau hajatan, pihak kolonial berbaik hati memberikan pinjaman. Bahkan dipinjamkan melebihi standar kebutuhan yang ada. Akibatnya sulitlah masyarakat utuk mengembalikan hutannya yang jatuh tempo. Akhirnya, tanah nenek moyang disita. Masayarakat itu akhirnya ‘makan kuah’. “Lemak kalu kuah sup. Kalu kuah gulai kacang merah?”
Disisi lain ada juga yang meminjam uang dengan rentenir, lintah darat. Tak akan lepas sebelum kering darah yang dipinjami. Pinjam dikit kembali banyak. Pinjam banyak kembalikan banyak dikit. Meraso idak tebayar peminjam pecci lari.
Nah…..Ternyata pinjam sekian kembalikan sekian lebih, ternyata riba. Itu kerjaan bathil, mirip kutil. Kalau sudah tumbuh naka akan membesar — Maaf, ini tak ada hubungannya soal pinjaman Pemkot Bengkulu dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Itu soal lain.
Cik hanya cerita soal riba mirip kutil kalau dibiarkan. Rupanya mendapat tanggapan tukang jual kacang rebus.
“Tunjukan pada saya, negeri mana dan siapa yang tidak berbuat riba di negeri ini. Saya tahu, Riba itu penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna ziyadah atau tambahan. Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Masalahnya adalah kita ini ingin maju”, kata Pak jenggot penjaja kacang rebus.
“Saya setuju. Lantaklah. Pecccilah. Jangan permasalahakan soal riba. Bukankah retribusi yang diambil dari cafe remang-remang, cafe penyedia Miras hingga ‘Apambekuah’ atau sejenisnya sudah dilakukan dari dulu? Hajar saja sanak…..Keputusan kan ada ditangan sanak. Kapan lagi. Mumpung laknat Tuhan belum turun”, jawab Cik.
“Oke sanak, mohon dukungan”, kata Pak Jenggot sembari berlalu.
Cik terdiam. Dalam hati bingung, “Dukungan apalah yang dimaksud. Pak Jenggot nih? Soal riba atau soal kacang rebus?”