Surat Terbuka untuk Mahasiswa Tingkat Akhir di tengah Pandemi Covid -19

Banda Aceh, beritaterbit.com – Dimana Indonesia yang sulit hari ini, muncul beragam reaksi dari masyarakat yang salah satunya, mahasiswa. Mahasiswa sebagai tulang punggung intelektual bangsa, adalah pioner-pioner terdepan dalam menyelesaikan persoalan bangsa di kemudian hari, tentu saja dengan senjatanya “intelektualisme”. Tapi sayangnya, reaksi mahasiswa di tengah pandemi global ini sangat terbalik dari apa yang seharusnya di fikirkan oleh mahasiswa. Dapat kita lihat, beberapa waktu yang lalu ribuan orang yang mengatas namakan dirinya “mahasiswa tingkat akhir” menggagas sebuah penanda tanganan petisi online untuk Membebaskan Biaya Kuliah dan Tugas Akhir Semester (Skripsi).

Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah, landasan teori apa yang digunakan oleh mahasiswa-mahasiswa ini untuk menggagas ide tersebut? Lalu, apa tujuan mahasiswa itu membuat gagasan tersebut? Dan, dampak signifikan apa yang akan di hasilkan jika gagasan itu disetujui Kemendikbud?

Ternyata di beberapa literasi yang dapat kita temui, alasan orang-orang yang menganggap dirinya mahasiswa ini untuk membuat gagasan pembebasan uang kuliah dan penghapusan tugas akhir ini adalah sentimental terhadap penghapusan Ujian Nasional kepada kawan-kawan Sekolah Menengah Atas oleh Kemendikbud, atau paling jauh mereka menggunakan alasan “sulitnya mengerjakan skripsi ditengah pandemi ini”. Dan sampai sejauh ini tidak ada argumen yang kritis, rasional, tajam dan fundamental untuk mendukung gagasan mereka itu.

Baik, mari kita sedikit berdiskusi. Mengenai penghapusan biaya kuliah, mungkin kawan-kawan semua berdiri di barisan itu karena alasan reaksioner dari kebijakan beberapa kampus yang memberikan subsidi beberapa ratus ribu uang kuliah kepada mahasiswanya. Seharusnya, kita bukan terikut arus kebijakan tanpa adanya kritisisme terlebih dahulu terhadap kebijakan itu. Jika kita bandingkan sejenak, manakah yang lebih membutuhkan dukungan finansial antara mahasiswa yang kuliah online dengan jutaan manusia Indonesia yang berpotensi terserang pandemi Covid-19? Dalam perspektif saya, kuliah online yang hanya beberapa menit (kebijakan di ambil dengan mengurangi waktu belajar dari waktu SKS seharusnya) melalui media sosial itu, paling jauh hanya memakan beberapa megabite kuota saja. Bagaimana dengan kelakuan kita yang scrollingInstagram berjam-jam, bermain game sampai lupa kuliah, streaming youtube berjam-jam, dengerin lagu online, atau bahkan video call dengan pacar yang tiap hari ketemu berjam-jam di kamar? Bukankah itu lebih memakan banyak energi internet? Ayolah kawan, coba kritis sedikit!

Coba bandingkan situasi negara sekarang, kalian seharusnya memikirkan rakyat yang berpotensi terserang Covid ini, atau bahkan kita atau keluarga kita yang berpotensi terkena? Bukankah sebaiknya kita ramai-ramai mendorong kampus untuk memberikan dukungan finansial untuk penanganan wabah ini, dengan asumsi dana pemotongan uang kuliah dari mahasiswa di alokasikan untuk mendukung penanganan Covid-19. Hal ini akan memberikan signifikasi yang baik untuk percepatan penanganan wabah ini, terlebih lagi beberapa waktu yang lalu Pengurus Pusat Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran (ISMKI) sudah menyatakan sikap untuk turut serta membantu penanganan wabah ini (vide pernyataan Juru Bicara Presiden RI). Alangkah luar biasanya jika kawan-kawan mahasiswa kedokteran serta sosial turut serta terjun kelapagan untuk membantu penanganan wabah ini.

Persoalan penghapusan tugas akhir mahasiswa atau skripsi. Jika kalian menggunakan alasan sentimental penghapusan Ujian Nasional itu, nampaknya kawan-kawan tidak memahami konteks disparitas signifikasi ilmiah antara Ujian Nasional dengan tugas akhir atau skripsi. Ujian nasional jika tidak dilaksanakan, itu dikarenakan untuk menjaga kesehatan kawan-kawan kita di SMA supaya tidak tertular wabah ini adalah keputusan yang tepat dari Pemerintah. Lagi pula, signifikasi ilmiah yang dihasilkan dari Ujian Nasional ini juga tidak begitu berarti bagi keilmuan, paling jauh Ujian Nasional adalah bahan evaluasi nasional terhadap proses pembelajaran di sekolah. Maka dari itu, Kemendikbud dari jauh-jauh hari juga sudah menggagas wacana penghapusan Ujian Nasional pada 2021 (tidak ada wacana penghapusan skripsi di 2021 ya!).

Lagi pula, kita jangan memandang skripsi itu hanya sebagai syarat kelulusan semata. Di dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi yang selalu kalian dengungkan dalam setiap orasi itu ada esensi penelitian dan pengembangan bukan? Apa kalian sudah tidak sanggup menjadi mahasiswa hanya karena ga mampu mengerjakan penelitian? Lagian, penelitian itu energi perkembangan kehidupan dan peradapan, melalui riset kita itulah muncul ratusan ribu (estimasi mahasiswa tingkat akhir) gagasan sebagai dasar munculnya teknologi baru yang berguna buat kehidupan masyarakat di kemudian hari.

Ini ada sedikit data buat kawan-kawan, berdasarkan data SCImago, dari tahun 1996 sampai tahun 2016 saja, publikasi terindeks global kita hanya 54.146 publikasi. Coba bandingkan dengan Singapura, Thailand dan Malaysia, kita jauh tertinggal. Di tahun 2016, kita kita urutan 45 dunia untuk dokumen publikasi internasional, di Asia kita urutan 11. Di ASEAN kita hanya memiliki 4.604 kutipan, dibandingkan Singapura yang mencapai 32.504 kutipan (citation). Lebih parah lagi, jika kita melihat jumlah rasio peneliti dan penduduk. Di Singapura, terdapat 7 ribu peneliti setiap 1 juta penduduk. Di Malaysia, terdapat 2.590 peneliti dalam 1 juta penduduk. Sedangkan Indonesia hanya 1.071 peneliti dalam 1 juta penduduk. Hal ini menunjukan bahwa dunia riset kita harus banyak di benahi. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan gagasan mahasiswa untuk menghapuskan riset akhir mahasiswa. Terang saja, ini akan mendegradasi dunia penelitian Indonesia.

Sebenernya, apa yang membuat kalian tidak mau mengerjakan skripsi? Apakah kalian masih mau bermain-main? Atau kalian malas membaca? Atau karna kepala bagian/departemen jurusan kalian yang mempersulit? Atau bahkan dosen pembimbing kalian yang tak memberikan bimbingan yang esensial?

Teruntuk seluruh stakeholder pendidikan diseluruh negeri, sudah sepantasnya kita mengambil kebijakan cepat dan terukur di dalam situasi yang genting ini.

Mahasiswa, dorong kampus untuk mengalokasikan dana kuliah kepada percepatan penanganan wabah korona, dukung ISMKI yg untuk turun kelapangan membantu penanganan wabah di Indonesia, kerjakan skripsi kalian!

Kepada Yth. Dekan ( Terkhusus se lingkungan UIN Ar-Raniry), mohon untuk menginstruksikan kemudahan penelitian kepada dosen pembimbing, kepala bagian/departemen, dan/atau pihak terkait. Karena sesungguhnya kawan-kawan saya di tingkat akhir (sebahagian) bukan tidak ingin melakukan penelitian. Tapi karena sulitnya melakukan komunikasi kepada dosen pembimbing atau kepada bagian yang eksklusif.

Kepada Yth. Rektor di seluruh kampus, mohon untuk mengambil kebijakan realokasi dana pendidikan kepada percepatan penanganan wabah di seluruh penjuru negeri. Kampus harus menjadi garda terdepan, kita punya ratusan bahkan ribuan mahasiswa kedokteran, pak. Dorong mereka untuk terjun kelapangan membantu penangana wabah ini, berikan APD yang sebaik-baiknya. Dokter-dokter tua, Profesor sudah banyak yang meninggal, saatnya anak muda yang turun (meskipun dengan segala keterbatasan).

Kepada Yth. Mendikbud, mohon untuk tidak mendengarkan kicauan penghapusan tugas akhir, bahkan seharusnya kita melakukan penelitian yang komprehensif terhadap virus ini supaya kita dapat menemukan jalan keluar penanganan virus ini. Apakah itu riset pembuatan antivirus, obat-obatan atau bahkan kebijakan lainya yang mendorong percepatan penanganan wabah ini.

Karena kondisi ini adalah tanggungjawab kita semua!

Semoga wabah ini segera berakhir, dan Indonesia kembali membaik.

By : Ikbal Afzal (Ketua Umum UKK Riset dan Publikasi ilmiah UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.