Tanggapi Pernyataan Penyidik Polres Simeulue, Kuasa Hukum Sebut Kliennya Belum Tentu Terbukti

SIMEULUE, BERITATERBIT.COM – Menanggapi pernyataan Penyidik Polres Simeulue terkait dugaan kasus korupsi Dana Desa Kuala Makmur Tahun Anggaran 2018 dan 2019 yang merugikan negara senilali Rp 537 Juta, Kuasa Hukum para tersangka, Kirfan SH menyebutkan, perhitungan kerugian negara sebesar itu tidak berdasar, karena semua anggaran dalam RKPDes telah terealisasi sesuai peruntukannya masing-masing.

“Dana bangunan fisik yang diduga Penyidik Polres Simeulue diselewengkan klien saya, semua telah selesai dikerjakan mereka, hal ini dibuktikan dengan Berita Acara (BA) Opname kegiatan yang telah ditandatangani BPD, Pendamping Desa dan Camat Simeulue Timur,” kata Kirfan SH kepada media ini, Sabtu (17/7/2021).

Dia menjelaskan, sebelum BA Opname itu dibuatkan, bangunan fisik tersebut terlebih dahulu diperiksa unsur Muspika Kecamatan Simeulue Timur ke lapangan. Semua pemeriksaan tersebut, lanjut Kirfan, ada bukti foto-foto. Dan foto-foto bangunan telah selesai juga sudah ada.

“Saya minta kepada kawan media jika kurang yakin, silahkan cross check ke Desa Kuala Makmur. Kita pakai logika aja sekarang, tidak mungkin Pendamping Desa, Camat dan BPD Desa Kuala Makmur mau menandatangani Berita Acara Opname tersebut jika bangunannya belum selesai atau ada indikasi penyelewengan,” ungkap Pengacara muda ini.

Dia meyakini, para kliennya tersebut tidak bersalah, sebab proses penarikan dana dari rekening bank bertahap-tahap dan setiap penarikan harus terlebih dahulu diverifikasi Camat dan Pendamping Desa. Sehingga sebut Kirfan, kalau tahap sebelumnya tidak terealisasi dan ada indikasi penyelewengan, maka rekomendasi Camat untuk penarikan anggaran selanjutnya tidak akan keluar.

“Kalau ada penyelewengan anggaran pasti rekomendasi Camat tidak keluar, tanya sama Pendamping Desa atau Camat, jika tahun 2018 bermasalah, apakah APBDes 2019 bisa diproses dan seterusnya,” ujar Kirfan.

Lebih lanjut Kirfan menjelaskan, peran pengawas dana desa dalam hal ini Inspektorat Kabupaten Simeulue mustinya harus proaktif, karena menurut dia dalam Peraturan Bupati Simeulue Nomor 78 tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, sangat jelas disebutkan tugas Inspektorat adalah mengawasi dana desa itu secara reguler dan melakukan Audit Tertentu atas perintah Bupati.

“Kalau memang ada penyelewengan dana desa Kuala Makmur, mana LHP Inspektorat? itu tanggungjawab mereka untuk mengawasi,” imbuhnya.

Sekitar bulan Mei lalu, kata Kirfan, perintah untuk audit itu sudah dikeluarkan Bupati melalui Sekda ke Inspektorat, namun sampai sekarang belum ada Tim Audit yang diturunkan Inspektorat ke Desa Kuala Makmur.

“Jika memang ada temuan penyelewengan dalam LHP Inspektorat, pasti ada rekomendasi untuk perbaikan atau pengembalian dana selama 60 hari setelah LHP itu diterbitkan, tetapi Kepala Desa tidak pernah menerima LHP Inspektorat tahun anggaran 2018 dan 2019 sama sekali,” pungkasnya.

Ada Yang Aneh Penetapan SA Sebagai Tersangka

Selain itu, masih menurut Kirfan, ada hal aneh soal penetapan tersangka terhadap SA merupakan pemilik toko yang menjadi supplier tanpa dasar dan bukti yang kuat, penyidik menetapkan sebagai tersangka.

“Tidak satupun bukti yang mengarah perbuatan melawan hukum yang dilakukan SA,” ujarnya lagi.

Soal transfer uang ke rekening SA, Kirfan menyebutkan, karena akhir tahun saat itu ketersediaan uang tunai di bank terbatas, maka Kepala Desa tidak dapat menarik tunai untuk membayar hutang barang-barang material pembangunan Desa ke pihak SA (supplier).

Sehingga, lanjut Kirfan, pihak Bank meminta kepada Kepala Desa untuk mengirim uang ke rekening supplier (SA) melunasi hutang material pembangunan. Kemudian, kata Kirfan, setelah dipotong hutang desa di toko tersebut, sisa transfer bank dikembalikan ke Desa dalam bentuk uang tunai dan dibuatkan kwitansi.

“Saksi dan bukti ada, tanya ke bank apakah benar yang saya sampaikan ini? tapi mengapa dia jadi tersangka, inikan aneh, mana perbuatan melawan hukumnya? jelas-jelas niat dia membantu Desa ngutang di tokonya dan membantu Bank Aceh, kok malah dijadikan tersangka,” imbuh Kirfan.

Diungkapkan Kirfan, ada 5 Desa yang bersamaan dengan Kepala Kuala Makmur saat penarikan uang dari bank saat itu, semua desa yang ingin melakukan penarikan uang tunai, pihak bank menyarankan Kepala Desa agar uang sebagian ditransfer ke rekening supplier karena uang tunai di Bank terbatas.

“Terakhir, perlu menjadi perhatian kawan-kawan insan pers, bahwa tahun 2018 Desa Kuala Makmur mendapat piagam penghargaan dari Bupati Simeulue, Piagam itu diberikan oleh Bupati karena Desa Kuala Makmur merupakan salah satu dari 5 desa yang mengelolah dana desa dengan baik. Bupati aja kasih penghargaan, kok dituduh korupsi,” cetus Kirfan. (*)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.