PEMDA Lahat mediasi warga vs PT.KAI

beritaterbit.com, Lahat- Mediasi kisruh persoalan pertanahan antara warga Desa Merapi, Kecamatan Merapi Barat dengan PT KAI Divre III Pelembang, tidak menemukan kata sepakat. Kedua belah pihak sepakat membawa perkara tersebut ke meja persidangan.d

Mediasi antar dua kubu ini sempat memanas, lantaran perwakilan warga hingga akhir mediasi ngotot menuntut selama perkara dalam proses hukum, seluruh aktifitas PT KAI di lokasi yang disoal untuk dihentikan. Sedangkan PT KAI Divre III tidak bisa memenuhi permintaan tersebut, mengingat pengerjaan itu termasuk dalam proyek strategis nasional.

Ratna, perwakilan warga Desa Merapi menuturkan, riwayat tanah yang jadi persoalan ini sudah dari masa kepuyangan, alas hak milik nenek moyang itu kemudian pada tahun 1886 diberikan ke rakyat Merapi secara turun menurun. Menurutnya dengan adanya sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) tersebut, PT KAI dinilai mendapatkannya dengan cara merampok. Adanya konpensasi door to door tahun 2014 lalu, dianggap salah satu strategi PT KAI untuk merebut lahan tersebut dari masyarakat.

“Sertifikat muncul jika tidak ada sengketa, HGB itu baru dikeluarkan BPN Lahat tahun 2019 lalu. Selain itu bukannya ini sudah tidak prosedural, kenapa harus door to door, kenapa tidak lakukan pembayaran sesuai tanam tumbuh, ini akan kami bawa ke ranah hukum,” sampai Ratna, dalam rapat mediasi di oproom Setda Lahat, Selasa (27/4).

Kepala BPN Lahat, Joni Efendi SH MKn menerangkan, dirinya memang belum melihat langsung lokasi yang dipersoalkan. Namun menurut informasi yang dikaji pihaknya, saat ini sudah keluar 3 sertifikat HGB atas nama PT KAI, itu artinya hak atas tanah tersebut sudah terdaftar dan diakui pemerintah pusat. “Jika sudah keluar HGB berarti itu sudah jelas, karena ada saksi dan ditanda tangani pemerintah setempat,” terangnya.

Sementara, EVP PTKAI Divre III Palembang, Totok Suryono, didampingi Senior Manager Aset, Mario menjelaskan, pihaknya saat itu sengaja lakukan door to dor pemberian tali asih kepada sejumlah warga, dengan nominal yang tidak sama sesuai dengan jenis tanam tumbuhnya. Tali asih ini diberikan sebagai bentuk keperdulian PT KAI kepada warga, mengingat dalam aturan PT KAI tidak ada konpensasi tanam tumbuh tersebut. Selain itu terkait persoalan ini, pihaknya juga sangat tertarik bila naik ke persidangan umum.

“Jika harus dibawa ke sidang umum, itu lebih baik bagi kami, karna kami bakal lebih bisa menjalankan apa yang jadi putusan. Jika nanti menurut pengadilan kami harus bayar, akan kami bayar. Jika tidak ada keputusan itu kami sama saja dengan merugikan negara,” jawab Totok.

Kapolres Lahat, AKBP Achmad Gusti Hartono SIK, melalui Kasat Sabhara, AKP Afrianto SH menegaskan, pihaknya sudah menyarankan bagi masyarakat yang belum terima hasil mediasi ini, masih merasakan ketidakadilan silakan diajukan ke pengadilan. Pihaknya selaku aparat penegak hukum meminta, tidak ada lagi yang namanya pengadilan lapangan.

“Terkait penyetopan aktifitas kami tidak bisa memutuskan, karena itu putusan pengadilan. Selama persidangan berlangsung, tidak lagi ada yang magar lokasi yang dipersoal, agar tidak meningbulkan hal tidak diinginkan,” kata AKP Afrianto. Sekaligu meminta warga tidak ada yang melakukan aksi provokator, mengajak warga lain melakukan aksi-aksi diluar ketentuan.

Disisi lain, pimpinan rapat mediasi, Asisten 1 Setda Lahat, Rudi Thamrin mengaku, rapat mediasi dua belah pihak ini tidak memeauhkan hasil. Seluruh notulen rapat sudah dicatat dan ditanda tangani seluruh tamu undangan. Dalam pembahasan itu ditemukan tidak ada aksi premanisme oleh PT KAI, dan batasan yang dipersoalkan ialah sepanjang Stasiun Merapi.

“Pemda disini hanya sebagai penengah, hasilnya tidak ada kata sepakat. Pemkab Lahat mengimbau, warga Desa Merapi jangan mudah terprovokasi, jangan sampai ada pertikaian akibat ego seseorang,” tegas Rudi Thamrin. (ltr)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.