Kelalaian Kita adalah Pemicu ‘Kiamat’ Moralitas Generasi Muda Aceh

*Oleh Sulthan Alfaraby*, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pemuda Cinta Aceh.

*ACEH* merupakan sebuah daerah yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang begitu melimpah, kaya akan potensi pariwisata dan juga beragam kultural serta letak yang sangat strategis untuk mengembangkan sebuah peradaban maju jika dikelola dengan bijaksana. Berbicara soal peradaban maju, tentunya hal itu harus dimulai melalui langkah-langkah kecil, misalnya melalui pendidikan informal dari keluarga masing-masing. Di sini, saya ingin katakan bahwasanya peran daripada seorang ibu dan seorang ayah serta keluarga sangatlah penting dalam menciptakan peradaban Aceh yang bermartabat dan bermoral. Tentunya, hal ini akan sangat mempunyai kontribusi yang “multi-effect” bagi generasi-generasi yang sedang tumbuh dan berkembang serta untuk generasi di masa yang akan datang.

*Bahaya Narkoba Bagi Generasi Muda*

Jika kita berpikir bahwa Aceh saat ini sedang dalam kondisi yang baik-baik saja, maka saya menyatakan bahwa “Aceh sedang tidak baik-baik saja”. Kenapa? dikarenakan permasalahan yang terus berulang-ulang dan seakan tidak pernah ada titik habisnya adalah permasalahan penyalahgunaan Narkoba, terlebih hal ini sangat mengancam jiwa dan raga generasi-generasi Aceh. Selain itu, mengutip melalui website Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh yang dirilis pada hari Selasa (10/03/2020) dengan judul “Memprihatinkan, Seluruh Pengguna Narkoba di Aceh Berusia Produktif”, yang datanya bersumber dari Kepolisian Daerah (Polda) Aceh dan Badan Narkotika Nasional (BNN) Aceh, di mana ada 114 pelajar dan 94 mahasiswa menjadi tersangka penyalahgunaan narkoba. Selanjutnya mereka yang terbanyak kena narkoba adalah kalangan wirausaha yang totalnya mencapai 861 orang serta kalangan swasta yang totalnya 291 orang.

Disebutkan juga bahwa ada sekitar 48 persen pengguna narkoba bahkan menjadi kurir dari barang terlarang tersebut. Keseluruhan dari pelaku juga berusia produktif, yaitu 10 hingga 59 tahun. Melihat keadaan yang miris ini, maka sudah sepatutnya kita selaku pemuda yang menginginkan perubahan positif bagi Aceh untuk sama-sama saling bahu membahu dalam memberantas Narkoba di Tanah Rencong. Apalagi, hal ini tentunya harus dibarengi dengan kontribusi pendidikan informal dari orang tua dan juga pendidikan formal di sekolah atau kampus serta pelatihan-pelatihan anti Narkoba yang diselenggarakan oleh pemerintah demi terwujudnya generasi Aceh yang bebas Narkoba.

Pemerintah juga harus aktif bersinergi dengan organisasi kepemudaan atau kemahasiswaan untuk mengadakan sosialisasi kepada keluarga-keluarga yang bisa dikatakan sebagai “Ruang Lingkup Awal” generasi tumbuh dan berkembang. Dikarenakan Narkoba pada saat sekarang ini, sudah mulai dimodifikasi dengan sedemikian rupa yang wujudnya lebih mengarah mirip dengan “Kearifan Lokal”, misalnya dalam bentuk permen, makanan atau sejenisnya. Peran orang tua juga tak kalah penting, yaitu jangan lalai dengan perkembangan kualitas moral anak-anaknya, apalagi di zaman sekarang dunia sudah serba canggih dan hampir semua orang mempunyai smartphone yang bisa saja digunakan sebagai alat komunikasi untuk mendapatkan Narkoba bagi anak-anak dan remaja khususnya. Bagaimana caranya agar bisa mengawal anak-anak agar tidak terjerumus akan hal itu? yaitu dengan cara tidak memberikan smartphone kepada anak di bawah umur, aktif menasehati dan juga melihat keanehan tingkah laku anak-anak kita yang berbeda dari biasanya. Hal itu tentunya harus selalu diwaspadai oleh para orang tua, tak lupa pula mengawasi dan mengetahui dengan siapa anak-anak kita menjalin pertemanan. Ingat, Aceh sedang tidak baik-baik saja! Jangan sampai kelalaian orang tua yang adalah penyebab utama pemicu ‘Kiamat’ moralitas generasi muda.

*Dampak Game Bagi Generasi Muda*

Berbicara tentang ‘Kiamat’ moralitas generasi muda, tentunya hal itu tidak terlepas daripada pengawasan, baik itu pengawasan orang tua, masyarakat dan juga pemerintah. Hari ini, sangat kita sayangkan bahwa banyak dari generasi Aceh menghabiskan waktu dengan bermain game, di warung misalnya. Saya teringat ketika beberapa waktu silam berdiskusi dengan salah satu profesor di salah satu kampus negeri di Aceh, beliau mengatakan bahwa “Rusaknya generasi saat ini lebih berbahaya daripada bom atom yang jatuh di Hiroshima”. Maknanya, ketika generasi yang menjadi bibit atau cikal bakal untuk merubah Aceh ke depannya sudah rusak, maka tidak menutup kemungkinan bahwa ‘kiamat’ moralitas akan segera terjadi dalam waktu dekat.

Generasi muda Aceh harusnya lebih peduli dengan keadaan di sekitar dan nasib daerahnya yang dikuasai oleh elit-elit dan juga masalah kemiskinan, bukan malah menghabiskan waktu dari pagi sampai pagi berikutnya di warung kopi tanpa adanya solusi kongkrit yang inovatif agar Aceh menjadi lebih baik. Alhamdulillah, jika para pembaca mempunya jiwa dan kontribusi yang menginginkan perubahan yang lebih baik untuk Aceh, namun bagaimana dengan anak-anak kecil yang kerap disebut sebagai “Bocah FF” di warung-warung kopi? Jika kita menelusuri usia mereka, rata-rata masih di bawah umur dan di usia seperti mereka dulu, saya masih sering tidur siang di rumah, pergi mengaji atau mengikuti bimbel matematika. Hal ini adalah tugas besar bagi kita untuk mencegah kehancuran generasi-generasi kita dan menghilangkan kebiasaan buruk ini. Peran orang tua juga sangat penting dan wajib dalam mengawasi anak-anaknya agar tidak terjerumus dengan hal-hal yang akan bernilai negatif ke depannya.

Penulis berharap, para orang tua sebagai pilar eksekutor bagi perubahan Aceh bisa menindaklanjuti isi dari tulisan ini dan mulai ketat mengawasi dan memberikan perhatian maupun pendidikan moral yang berkelanjutan bagi anak-anaknya. Jika bisa, jangan berikan smartphone atau batasi penggunaannya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisir dampak negatif teknologi dan juga untuk mencegah rusaknya generasi di masa yang akan datang. Penulis juga berharap kepada seluruh pihak, mahasiswa dan pemuda khususnya sebagai Agent of Social Control, agar bisa memaknai hal ini dan aktif mengadakan sosialiasi atau diskusi terkait permasalahan yang sedang dialami oleh generasi muda dan Aceh. Jika perlu, mungkin bisa dengan mengundang masyarakat dan pihak-pihak yang mempunyai kaitan dengan masalah besar tak berujung yang sedang kita hadapi ini.

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.