Grab Dilarang, Politis atau Ekonomis?

Berita Terbit, Bengkulu Grab merupakan industri jasa yang berkantor pusat di Negara Singapura, sejak Tahun 2012 lalu. Grab itu sendiri berarti perebutan, perampasan atau percobaan mengenggam.

Tak banyak masyarakat Bengkulu yang tahu, mungkin dianggap tidak begitu penting, hingga  klimaknya, Jumat (10/8) kemarin. Para supir Angkot kota berujuk rasa. Beberapa supir Grab di stop beroperasi di kawasan Simpang Lima Ratu Samban, Kota Bengkulu.  Menjaga stabilitas daerah, hanya beberapa jam saja, Dinas Perhibungan Provinsi  segera melakukan mediasi  dengan para supirsoal  keberadaan 40 kendaraan online Grab yang tidak memiliki izin. Diambil keputusan, Grab akan diberhentikan sementara waktu.

“Ini  mencegah,  jangan ada suatu tindakan anarkis antara supir Angkot dengan supir Grab. Supir Grab itu langsung diamankan kesini. Syukurlah tidak ada kontak fisik. Supir Grab ini tidak tahu bahwa tadi pagi,  Dishub telah melakukan kesepakatan”,  ujar Wiyanto, Kanit Patroli Satlantas Polres Bengkulu, Wiyanto.

Sebelumnya, Dirkamsel Korlantas Polri,  Brigjen Pol Dr Chryshnanda Dwilaksana Msi mengatakan.Angkutan  umum online boleh dibilang pengusaha aplikator cukup menyediakan back office, aplication dan network,  kebutuhan-kebutuhan lain diserahkan kepada para pengemudi atau pemilik kendaraan masing-masing.

Tatkala awal-awal muncul semua memang happy, senang, bahkan membangga-banggakan. Namun tatkala mulai ada yang terusik sumber dayanya seperti kuota dan tarif saja akan menjadi pemicu konflik sosial.

Kilas

Grab[ merupakan salah satu platform O2O yang bermarkas di Singapura ini dan paling sering di Asia Tenggara menyediakan layanan kebutuhan sehari-hari bagi para pelanggan termasuk perjalanan, pesan-antar makanan, pengiriman barang  dan pembayaran menggunakan dompet digital.

Ironisnya, kondisi ini mematikan pendapatan khusus pengendara sewa plat kuning.  Akibatanya, Sabtu (11/8) para supir Angkot lakukan sweeping supir  Grab yang masih beroprasi. di Jalan KZ Abidin, Ratu Samban, Kota Bengkulu hingga ada darah mengalir.

Persoalan ini bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Beberapa tahun lalu Kominfo sempat memblokir layanan Uber Taxi dan GrabCar pertengahan Maret 2016. Tapi  Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya mengeluarkan payung hukum,  yang mengizinkan beroperasinya angkutan berbasis teknologi informasi, seperti Uber Taxi dan GrabCar.

“Kita tidak bisa pungkiri, ini untuk memudahkan pemesanan pelayanan jasa angkutan orang,” ungkap Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Pudji Hartanto, saat konferensi pers di kantornya kala itu.

Payung hukum itu berupa Peraturan Menteri (PM) No. 32 tahun 2016, yang telah ditandatangani Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pada 1 April 2016, dan akan resmi berlaku pada 1 Oktober 2016.

Tapi di bulan Juli  2018 lalu,  Hakim Mahkamah konstitusi bulat menolak ojek online sebagai angkutan umum. Majelis yang memutus adalah Anwar Usman, Aswanto, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Maria Farida Indrati, Manahan Sitompul, I Dewa Gede Palguna, dan Saldi Isra.  Mahkamah Konstitusi menolak pelegalan ojek online sebagai transportasi umum atau angkutan umum.  Uji materi Pasal 47 ayat (3) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan angkutan Jalan (LLAJ). Aturan tersebut tidak mengatur ojek online sebagai angkutan umum.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Mahkamah berpendapat Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ merupakan norma hukum yang berfungsi untuk melakukan rekayasa sosial agar warga negara menggunakan angkutan jalan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan, baik kendaraan bermotor perseorangan, maupun kendaraan bermotor umum.

Mahkamah menegaskan tak menutup mata adanya fenomena ojek, namun hal tersebut tak ada hubungannya dengan konstitusional atau tidak konstutusionalnya norma Pasal 47 ayat 3 tersebut. Sebab, menurut Mahkamah, ketika aplikasi ojek online belum tersedia seperti saat ini, ojek tetap berjalan tanpa terganggu dengan keberadaan pasal 47 ayat 3 tersebut. Setelah melakukan kajian, Mahkamah memutuskan ojek online bukan alat transportasi yang legal.

(Dari berbagai sumber)

 

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.