GIRIK CIK: Anggota Dewan dan Enaknya
Tahun 2019, agendanya akan ada ajang perebutan dan pemilihan calon anggota legislatif dan DPD. Hanya sedikit orang yang enggan duduk dikursi wakil rakyat, dengan berbagai alasan masif.
Mulai dari belum dan tak mampu mengemban amanah yang akan dipertanggungjawabkan dunia akhirat, hingga merasa tak mampu secara intelektual. Kebanyakkan orang yang berani Nyaleg, menampik alasan minoritas itu. Mereka menjawab, “Ooo tidak….Kalau saya sih dong ah, mampu”.
Begitulah dua alasan yang kesemuanya klise. Padahal itu semua tidak usah dibahas. “Cukup Tau Samo Tau. Cik Tau Tapi Cik Tetap Slow. Selip-Selip Kalu Ado Kesempatan Cik Pecci Jugo”. Begitulah saat dua hari lalu menyambangi Provinsi Bengkulu, persisnya di ibukotanya. Tak tahu persis apa yang dimaksud dengan bahasa itu. Tapi setidaknya mereka mau mengatakan, kalau hal itu tidak usah dibahas. Cukup rasa dan perut saja yang tahu.
Tapi seenak-enaknya jadi anggota dewan, entah itu DPR RI. provinsi, kota, kabupaten hingga DPD, semua itu butuh perjuangan materil dan immateril, meski menimbulkan beban hutang yang tertunda. Enaknya itu bukan hedonis. Sebuah pandangan hidup yang kerjanya mau enak, tidurnya nyenyak dan uang dapat banyak.
Persepsi diatas ada salahnya. Saat diperbandingkan pada Kota Bengkulu, ternyata jadi anggota dewan itu berat dan letih. Meskipun kerjanya dirruangan hanya hari Senin hingga Selasa petang saja. Selebihnya jam kerjanya harus di luar daerah. Berjuang mereka wakil rakyat itu untuk kemajuan daerahnya.
Studi banding dan kunjungan kerja yang dilakukan selama nyaris lima tahun, notabene membuat daerah ini maju dan makmur sejahtera. Meskipun seyogyanya harus begitu, dan kenyataannya anda lihat sendiri saja.