By: Anasril
Berjuang langkah awal menuju kesuksesan. Banyak orang terkesan salut melihat para lulusan sarjana dengan nilai cumlaude. Ironisnya lagi, menyepelekan mahasiswa, mahasiswi yang masih berjuang dunia kampus. “Kuliah aja kamu lama selesai, apa lagi sukses”, ujar mereka dengan roman sinis.
Pilu emang. Tidak sedikit orang tua yang ‘teriris’ hatinya, ketika melihat anak tetangganya kelar studinya. Sementara anaknya masih berjuang menggeluti dunia pendidikan. Hmm… Begitu dahsyatnya kasih sayang orang tua kepada anaknya. Sang ibu tegar dan besar hati saat ditanya tetangga, “Anak Ibu kapan diwisuda?” Sebuah pertanyaan lumrah, tapi sakitnya tu di sini.
Sang Ibu tetap sabar. Tetap menyemangati dan mendoakan anaknya. Karena ibu tahu, puncak kesuksesan tidak semata dilihat dari cepat atau lambat anaknya menyelesaikan kuliah. Ibu tahu, untuk mencapai kesuksesan harus menghadapi dan melintasi onak duri.
Bakkata pepatah, “kapal yang besar tidak akan cepat menepi, jika patah kemudi. Namun perahu yang kecil akan menepi, walau hanya dengan sebilah bambu”. Persepsi yang meyakinkan ibu, bahwa anaknya kini sedang berjuang dalam mencapai kesuksesan hidupnya, walau dalam keterlambatan. Ibupun tahu, anaknya galau, tergores dan tersentak, ketika teman dan kawan seperjuangan mengenakan toga.
Teman yang dulunya tempat bersendagurau, berbagi suka dan duka dalam menuntut ilmu, kini kita harus berjuang sendirian, menghadapi ketangguhan Sang Dosen.
Anak tak menampik aksioma yang ada selama ini dimasyarakat. Siapa yang bisa, dia yang mendapatkannya. Siapa yang punya, dia memilikinya. Kecerdasan terkadang dikalahkan dengan keberuntungan. Kepintaran terkadang dikalahkan dengan fulus. Tidak sedikit juga orang yang meraih kesuksesan diri, mengeluarkan uang yang banyak, membeli kekuasaan, membeli jabatan, membeli pengakuan, bahkan harga diripun mereka lacurkan.
Apalagi bila anak melirik dunia luar kampus. Miris jika dunia pendidikan, sosial, hukum bahkan dunia politik harus dihargai dengan nilai rupiah, dolar atau mungkin ringgit. Khayal akan berkata, betapa serakahnya mereka, jika jabatan, kekuasaan, dan keberhasilan yang diraih di impaskan dengan milai materi.
Pejamkanlah matamu sejenak, lalu engkau pikirkan. Apakah tujuan hidupmu nantinya untuk menyuap? Apakah hidupmu nantinya hanya untuk sebuah pujian? Apa hidupmu hanya untuk sebuah pengakuan? Hanya diri kita sendiri yang mampu menjawab, dimana letak dan keberadaan diri kita. Jangan biarkan kezhaliman atas diri kita. Jangan diamkan kezhaliman dihadapan mata kita. Jangan memperkosa diri sendiri.
*Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Provinsi Bengkulu.